Selasa, 23 Oktober 2007

KEPSEK

Kinerja Guru, kepala Sekolah, dan Pengawas

Pelaku-pelaku utama di sekolah seperti kepala sekolah, guru, dan pengawas merupakan penentu keberhasilan sekolah itu sendiri. Sejauh mana kinerja mereka tersebut sebagai tenaga kependidikan dalam menjalankan tugas dan fungsinya? Sejauh mana sarana dan prasarana belajar seperti kurikulum, fasilitas pendidikan, sistem evaluasinya, dan proses belajar mengajarnya untuk mendukung pencapaian tujuan pendidikan yang telah digariskan? Kedua hal ini merupakan kerangka persekolahan yang harus dipikirkan kembali dalam mereformasi pendidikan. Apabila membicaraka kinerja, kita tentunya akan menbicakan apa tugas dan fungsi masing-masing petugas tersebut. Di samping itu, bagaimana dedikasi dan keprofesionalan masing-masing petugas dalam menjalankan tugas dan fungsinya.

Di dalam menjalankan tugas, kepala sekolah adalah seorang pemimpin atau seorang manager yang perlu mengetahui fungsi-fungsi manajemen. Kepala sekolah harus membuat suatu perencanaan sekolah setiap tahunnya. Perencanaan program sekolah tersebut yang menyangkut tujuan yang dicapai, materi belajar baik yang bersifta akademis maupun yang bersifat praktis, serta perencanaan tenaga pendidik baik yang ada maupun yang harus dikontrak dari luar seperti tenaga pengajar keterampilan. Kemudian kepala sekolah perlu melakukan pengawasan atau penilaian serta pengendalian terhadap seluruh kegiatan di sekolah sesuai dengan program yang telah ditentukan setiap harinya. Misalnya jika seorang guru kurang disiplin, kurang memberikan pananaman nilai-nilai atau urang menguasai ilmu yang diajarkan, maka kepala sekolah perlu mengambil tindakan perbaikan. Kepala sekolah dapat juga melakukan pertemuan setiap harinya setelah jam sekolah selesai untuk membicarakan berbagai hal sebagai pelaksanaan tugas supervisi. Akan tetapi, yang terjadi selama ini, jarang dilaksanakan atau dapat dikatakan tidak pernah dilakukan sehingga sekolah berjalan monoton.

Guru sebagai ujung tombak pelaksanaan tugas fungsi sekolah adalah seorang yang profesioanal. Artinya seorang guru dituntut untuk dapat melaksanakan tugas pengajaran, dan edukasi. Di dalam melaksanakan tugas pengajaran, guru harus menguasai ilmu yang diajarkan, menguasai berbagai metode pengajaran, dan mengenal anak didiknya baik secara lahiriah atau batiniah (memahami setiap anak). Dalam pengenalan anak, guru dituntut untuk mengetahui latar belakang kehidupan anak, lingkungan anak, dan tentunya mengetahui kelemahan-kelemahan anaksecara psikologis. Untuk itu, guru harus dapat menjadi seoranag "dokter" yang dapat melakukan "diagnosa" untuk menemukan kelemahan-kelemahan si anak sebelum mengajarkan ilmu yang telah dikuasainya. Setelah itu, baru dia akan memilih metode atau mengulangi sesuatu topik sebagai dasar untuk memudahkan pemahaman si anak terhadap ilmu yang akan diajarkan. Misalnya seorang guru matematika akan mengaJ'arkan topik pangkat bilangan, tentunya guru harus mengetahui sejauh mana anak telah menguasai konsep perkalian. Dengan demikian, seorang guru dalam menjalankan tugasnya harus mampu; (1) berkomunikasi dengan baik terhadap siapa audiensnya, (2) melakukan kajian sederhana khususnya dalam pengenalan anak, (3) menulis hasil kajiannya, (4) menyiapkan segala sesuatunya yang berhubungan dengan persiapan mengajarnya termasuk sipa tampil menarik dan bertingkah laku sebagai guru, menguasai ilmunya dan siap menjawabsetiap pertanyaan dari anak didiknya, (5) menyajikan/,\meramu materi ajar secara konkrit (metode pengajaran), (6) menyusun dan melaksanakan materi penilaian secara objektif sesuai dengan taksonomi Bloom dan mengoreksinya setiap harinya, dan lain sebagainya. Untu itu, dituntut kreatifitas guru, keprofesionalan guru, memegang etika guru dan tentunya dedikasi yang tinggi untuk melaksanakan tugas keguruannya. Jika hal ini dilakukan oleh masing-masing guru maka benarlah bahwa pekerjaan guru adalah pekerjaan profesional yang tak mungkin dapat dilakukan oleh orang lain.

Melihat tugas-tugas guru di atas, seorang guru pekerjaannya cukup banyak dan tentunya jam kerja guru di sekolah minimal mulai pukul 7 pagi sampai pukul 4 sore. Apakah ini tetap dilaksanakan guru-guru di Indonesia dari guru 3D sampai perguruan tinggi? Kenyataan menunjukkan sejak dulu sampai sekarang bahwa tugas keguruan dalam proses belajar mengajar hanyalah berbicara di depan kelas, kemudian mencatat atau mendiktekan apa yang diucapkan oleh guru. Kalau demikian halnya, maka pekerjan seperti itu dapat dilakukan oleh semua orang yang tidak pernah mengalami pendidikan khusus. Suasana pengejaran ini membuat suasana yang menoton dan kan membosankan anak didik. Apabila bel berbunyi tanda pergantian sesion mengajar, maka selesailah tugas keguruannya. Wajarlah apabila kualitas out put pendidikan saat ini masih tergolong rendah.

Untuk mengetahui sejauh mana sekolah menjalankan tugasnya, maka peran pengawas sangat vital. Pengawas merupakan jembatan bagi para decition maker yang ada di birokrat untuk memberikan bahan masukan dalam pengambilan kebijakan khususnya yang bersifat teknis. Pengawasan yang dilakukan oleh pengawasan mencakup hal-halyang teknis dan administratif sesuai dengan kebijakan yang telah dikeluarkan dan tentunya yang masih berlaku. Namun tidak jarang para pengawas kurang aktif mengawasi pelaksanaan kebijakan tersebut. Sebut saja contoh bahwa di dalam tahun ajaran baru, sesuai dengan salah satu SK Dirjen Dikdasmen, pihak sekolah tidak boleh memaksakan menjual buku dari kakaknya atau saudaranya.Akan tetapi, sering terjadi pihak sekolah seakan memaksakan penjualan buku yang sangat memberatkan para orang tua khususnya, dalam masa krisis ini. Padahal pemerintah telah menyediakan buku paket yang siap dipakai di sekolah, Oleh sebab itu, peran pengawas di dalam menjalankan tugasnya perlu dipertanyakan.

Pengawas jarang mencari data/masukan khususnya dari masyarakat dalam menyikapi pelaksanaan sekolah. Pengawas hanya datang menemui kepala sekolah kemudian berbincang-bincang sebentar di ruang kepala sekolah entah apa yang diperbincangkan kemudian pergi meninggalkan sekolah itu. Seharusnya pengawas aktif selain mencari data kepada kepala sekolah juga perlu menanyakan guru-guru atau anak murid serta orang tua dan khususnya melihat bagaimana pelaksanaan proses belajar mengajar terjadi serta bagaimana sarana dan prasarana sekolah dan lain sebagainya. Pengawas hanya melaksanakan tugas-tugas semacam kunjungan rutin ke sekolah sehingga pengawas hanya berhubungan dengan kepala sekolah sementara hal yang bersifat teknis pengajaran jarang diawasi. Para kepala sekolah sering menganggap bahwa para pengawas adalah dewa yang harus disembah, sehingga acapkali kepala sekolah memberikan pelayanan lebih untukdipersembahkan kepadanya sehingga hasil laporanpengawasannya selalu baik-baik saja.

posisi kepala sekolah.

Pertama, para guru yang tergolong muda tidak menganggap jabatan kepala sekolah sebagai karier yang harus dikejar. Karier seorang guru adalah intelektualitasnya yang semakin diperhitungkan banyak orang. Ada nilai-nilai (values) yang dikejar masing-masing guru. Para guru muda sekarang mempunyai banyak kemungkinan untuk mengembangkan diri dan berkiprah di banyak kesempatan. Jabatan kepala sekolah tidak lebih tidak kurang sebatas tugas struktural yang dibatasi setiap empat tahun dan dapat ditugasi dua periode berturut-turut.

Kedua, kepala sekolah bukanlah sosok yang mempunyai kekuasaan tanpa batas. Di tengah era keterbukaan dan penerapan manajemen berbasis sekolah serta aturan yang mengembalikan kepala sekolah kepada hakikat keguruannya, seorang kepala sekolah dituntut untuk berlaku sebagai penanggung jawab lembaganya, bukan sebagai kepanjangan kekuasaan atasannya. Disadari bahwa kepala sekolah adalah leader, bukan sekadar manajer.

Seorang manajer yang baik cukup doing things right, yang dapat diartikan sekadar melaksanakan juklak dan juknis secara cermat. Sebaliknya, sebagai leader, kepala sekolah dituntut mampu doing the right things. Artinya, mampu dan berani mengambil prakarsa atau keputusan dalam rangka mengimplementasikan kurikulum dan aneka kebijakan secara tepat dan kreatif-inovatif sesuai situasi-kondisi setempat.

Untuk memenuhi kapasitasnya sebagai seorang leader, selama ini memang tidak ada pendidikan formal bagi calon kepala sekolah. Penataran calon kepala sekolah lazimnya hanya sebatas pemberian bekal teknis administratif, kurang fungsional, dan lebih membekali seorang calon kepala sekolah sebagai administrator belaka.

Ketiga, pembatasan masa jabatan akan memungkinkan kinerja dan gaya kepemimpinan yang ideal. Seorang kepala sekolah yang menyadari setelah berakhirnya masa jabatan lantas menjadi guru kembali, akan berhati-hati dalam menjalankan kepemimpinanannya. Tindakan semena-mena, mengelola kewibawaan, atau "makan uang" akan menyulitkan relasi dan keberterimaan di lingkungan kerjanya. Suasana egaliter dan kesetaraan akan mewarnai relasi kerja, karena siapa pun bisa ditugasi sebagai kepala sekolah dan menjadi guru biasa secara bergantian.

Keempat,menghindarkan kemandekan lembaga pendidikan. Kepala sekolah menjadi salah satu kunci pembaruan dan dinamika lembaga pendidikan. Jika seorang kepala sekolah yang ditugasi oleh departemen atau yayasan ternyata tidak mampu memikul tugasnya atau mengalami kesulitan mengimplementasikan kepemimpinannya, maka keadaan demikian tidak berlarut-larut. Setidaknya ada harapan bahwa situasi yang mandek akan ada batasnya setelah seorang kepala sekolah mengakhiri masa jabatannya dan tidak lagi diperpanjang. Seandainya terjadi korupsi tidak akan berlarut-larut.

PEMBATASAN masa jabatan telah mengundang kontroversi. Penulis bisa memaklumi betapa beratnya untuk meninggalkan jabatan yang memberikan banyak kemudahan, kewibawaan, kehormatan, ataupun keuntungan finansial. Jika sebagian para guru mendukung keputusan menteri mengenai pembatasan masa jabatan kepala sekolah tersebut, maka tidak perlu dikaitkan dengan ambisi-ambisi ingin berkuasa, apalagi dengan keuntungan finansial. Apalagi para guru muda, mereka sangat kecil merefleksikan jabatan dengan tunjangan finansial yang diperoleh, karena bisa jadi tidak sebanding dengan tanggung jawab yang mesti diembannya.

Kepala Sekolah berfungsi dan bertugas sebagai manajer, administrator, educator, dan supervisor.Kepala Sekolah adalah penanggung jawab pelaksanaan pendidikan sekolah, termasuk di dalamnya adalah penanggung jawab pelaksanaan administrasi sekolah.

Kepala Sekolah mempunyai tugas merencanakan, mengorganisasikan, mengawasi, dan mengevaluasi seluruh proses pendidikan di sekolah, meliputi aspek edukatif dan administratif, yaitu pengaturan:
1) administrasi kesiswaan

2) administrasi kurikulum

3) administrasi ketenagaan

4) administrasi sarana-prasaran

5) administrasi keuangan

6) administrasi hubungan dengan masyarakat

7) administrasi kegiatan belajar-mengajar.

Agar tugas dan fungsi Kepala Sekolah berjalan baik dan dapat mencapai sasaran perlu adanya jadwal kerja Kepala Sekolah yang mencakup:

1) kegiatan harian

2) kegiatan mingguan

3) kegiatan bulanan

4) kegiatan semesteran

5) kegiatan akhir tahun pelajaran, dan

6) kegiatan awal tahun pelajaran.

2. Tata Usaha

Kepala Tata Usaha adalah penanggung jawab pelayanan pendidikan di sekolah.Ruang lingkup tugasnya adalah membantu Kepala Sekolah dalam menangani pengaturan:

a. administrasi kesiswaan

b. administrasi kurikulum

c. administrasi ketenagaan

d. administrasi sarana-prasaran

e. administrasi keuangan

f. administrasi hubungan dengan masyarakat

g. administrasi kegiatan belajar-mengajar.

3. Wakil Kepala Sekolah

Tugas Wakil Kepala Sekolah adalah membantu tugas Kepala Sekolah dan dalam hal tertentu mewakili Kepala Sekolah baik ke dalam maupun keluar, bila Kepala Sekolah berhalangan. Sesuai dengan banyaknya cakupan tugas, 7 (tujuh) urusan yang perlu penanganan terarah di sekolah, yaitu:

Urusan Kesiswaan, Ruang lingkupnya mencakup:

1) Pengarahan dan pengendalian siswa dalam rangka menegakkan disiplin dan tata tertib sekolah;
2) Pembinaan dan pelaksanaan koordinasi keamanan, kebersihan, ketertiban, keindahan, kekeluargaan, dan kerindangan
3) Pengabdian masyarakat.

Urusan Kurikulum, Ruang lingkupnya meliputi pengurusan kegiatan belajar-mengajar, baik kurikuler, ekstra kurikuler, maupun kegiatan pengembangan kemampuan guru melalui Kelompok Kerja Guru (KKG) atau pendidikan dan pelatihan (diklat), serta pelaksanaan penilaian kegiatan sekolah.

Urusan Ketenagaan, Ruang lingkupnya mencakup merencanakan (planning), mengorganisasikan (organizing), mengarahkan (directing), mengkoordinasikan (coordinating), mengawasi (controlling), dan mengevaluasi (evaluation), hal-hal yang berkaitan dengan ketenagaan

.Urusan sarana-prasarana, Ruang lingkupnya mencakup merencanakan (planning), mengorganisasikan (organizing), mengarahkan (directing), mengkoordinasikan (coordinating), mengawasi (controlling), dan mengevaluasi (evaluation), hal-hal yang berkaitan sarana-prasarana sekolah.

Urusan Keuangan, Ruang lingkupnya mencakup merencanakan (planning), mengorganisasikan (organizing), mengarahkan (directing), mengkoordinasikan (coordinating), mengawasi (controlling), danmengevaluasi (evaluation), hal-hal yang berkaitan dengan keuangan/pendanaan sekolah.

Urusan Hubungan dengan Masyarakat (Humas), ruang lingkupnya mencakup:

1) Memberikan penjelasan tentang kebijaksanaan sekolah, situasi, dan perkembangan sekolah sesuai dengan pendelegasian Kepala Sekolah;


2)Menampung saran-saran dan pendapat masyarakat untuk memajukan sekolah;
3)Membantu mewujudkan kerjasama dengan lembaga-lembaga yang berhubungan dengan usaha dan kegiatan pengabdian masyarakat.

Urusan Kegiatan Belajar Mengajar, Ruang lingkupnya mencakup mengorganisasikan (organizing), mengarahkan (directing), mengkoordinasikan (coordinating), mengawasi (controlling), dan mengevaluasi (evaluation), hal-hal yang berkaitan dengan kegiatan belajar-mengajar yang dilaksanakan oleh guru

MBS yang menawarkan keleluasaan pengelolaan sekolah memiliki potensi yang besar dalam menciptakan kepala sekolah, guru, dan tenaga administrasi yang profesional. Oleh karena itu, dalam melaksanakan MBS perlu seperangkat kewajiban dan tuntutan pertanggungjawaban (akuntabilitas) yang tinggi kepada masyarakat. MBS yang menawarkan keleluasaan pengelolaan sekolah memiliki potensi yang besar dalam menciptakan kepala sekolah, guru, dan tenaga administrasi yang profesional. Oleh karena itu, dalam melaksanakan MBS perlu seperangkat kewajiban dan tuntutan pertanggungjawaban (akuntabilitas) yang tinggi kepada masyarakat. Dengan demikian, kepala sekolah harus mampu menampilkan pengelolaan sumber daya secara transparan, demokratis, dan bertanggungjawab baik kepada masyarakat dan pemerintah dalam rangka meningkatkan kapasitas pelayanan kepada siswa. Perubahan-perubahan tingkah laku kepala sekolah, guru, dan tenaga administrasi dalam mengelola sekolah merupakan syarat utama dari keberhasilan pelaksanaan MBS. Dalam pelaksanaan MBS ini dituntut kemampuan profesional dan manajerial dari semua komponen warga sekolah di bidang pendidikan agar semua keputusan yang dibuat sekolah didasarkan atas pertimbangan mutu pendidikan. Khususnya kepala sekolah harus dapat memposisikan sebagai agen perubahan di sekolah. Oleh karena itu, kepala sekolah harus:

  1. memiliki kemampuan untuk berkolaborasi dengan guru dan masyarakat sekitar sekolah
  2. memiliki pemahaman dan wawasan yang luas tentang teori pendidikan dan pembelajaran
  3. memiliki kemampuan dan keterampilan untuk menganalisa situasi sekarang untuk memperkirakan kejadian di masa depan sebagai input penyusunan program sekolah
  4. memiliki kemampuan dan kemauan dalam mengidentifikasi masalah dan kebutuhan yang berkaitan denga efektifitas pendidikan di sekolah
  5. mampu mamanfaatkan berbagai peluang, menjadikan tantangan menjadi peluang, serta mengkonsepkan arah perubahan sekolah.

Implementasi MBS secara benar akan memberikan dampak positif terhadap perubahan tingkah laku warga sekolah yang pada akhirnya diharapkan dapat meningkatkan kualitas pendidikan di sekolah. Berdasarkan 9 kewenangan yang diserahkan kepada sekolah, maka hal yang harus dilakukan oleh kepala sekolah dan warganya adalah seperti diuraikan berikut ini.

  1. Perencanaan dan Evaluasi
    1. Salah satu tugas pokok yang harus dilakukan oleh kepala sekolah sebelum merencanakan program peningkatan mutu sekolah adalah mendata sumber daya yang dimiliki sekolah (sarana dan prasarana, siswa, guru, staf administrasi, dan lingkungan sekitar, dll)
    2. Menganalisis tingkat kesiapan semua sumber daya sekolah tersebut
    3. Berdasarkan data dan analisis kesiapan sumber daya, kepala sekolah dengan warga sekolah secara bersama-sama menyusun program peningkatan mutu sekolah untuk jangka panjang, jangka menengah, dan jangka pendek
    4. Menyusun skala prioritas program peningkatan mutu untuk program jangka pendek yang akan dilaksanakan satu tahun ke depan
    5. Menyusun RAPBS untuk program satu tahun ke depan
    6. Menyusun sistem evaluasi pelaksanaan program sekolah bersama dengan warga sekolah
    7. Melakukan evaluasi diri terhadap pelaksanaan program sekolah secara jujur dan tranparan kemudian ditindaklanjuti dengan perbaikan terus-menerus
    8. Melakukan refleksi diri terhadap semua program yang telah dilaksanakan
    9. Melatih guru dan tokoh masyarakat dalam implementasi MBS
    10. Menyelenggarakan lokakarya untuk evaluasi
  2. Pengelolaan Kurikulum
    1. Standar kurikulum 2004 yang akan diberlakukan telah ditentukan oleh pusat, sekolah sebelum menjabarkan kurikulum tersebut harus terlebih dahulu Pemahaman kurikulum (silabus, materi pokok)
    2. Mengembangkan silabus berdasarkan kurikulum
    3. Mencari bahan ajar yang sesuai dengan materi pokok
    4. Menyusun kelompok guru sebagai penerima program pemberdayaan
    5. Mengembangkan kurikulum (memperdalam, memperkaya, dan memodifikasi), namun tidak boleh mengurangi isi kurikulum yang berlaku secara nasional.
    6. Selain itu, sekolah diberi kebebasan untuk mengembangkan kurikulum muatan lokal.
  3. Pengelolaan Proses Belajar Mengajar Proses belajar mengajar merupakan aktifitas yang sangat penting dalam proses pendidikan di sekolah. Disinilah guru dan siswa berinteraksi dalam rangka transfer ilmu dan pengetahuan kepada siswa. Keberhasilan sekolah dalam meningkatkan mutu pendidikan sangat bergantung pada apa yang dilakukan oleh guru di kelas. Oleh karena itu, guru diharapkan dapat:
    1. Menciptakan pembelajaran yang berpusat pada siswa
    2. Mengembangkan model pembelajaran dengan menggunakan pembelajaran kontekstual (Contextual Teaching and Learning)
    3. Jumlah siswa per kelas tidak lebih dari 40 siswa
    4. Memanfaatkan perpustakaan sebagai sumber belajar
    5. Memanfaatkan lingkungan dan sumber daya lain di luar sekolah sebagai sumber belajar
    6. Pemanfaatan laboratorium untuk pemahaman materi
    7. Mengembangkan evaluasi belajar untuk 3 ranah (cognitif, afektif, psikomotorik)
    8. Mengembangkan bentuk evaluasi sesuai dengan materi pokok
    9. Mengintegrasikan life skill dalam proses pembelajaran
    10. Menumbuhkan kegemaran membaca
  4. Pengelolaan Ketenagaan
    1. Menganalisis kebutuhan tenaga pendidikan dan non kependidikan
    2. Pembagian tugas guru dan staf yang jelas sesuai dengan kemampuan dan keahliannya
    3. Melakukan pengembangan staf melalui MGMP, seminar, dll
    4. Pemberian penghargaan (reward) kepada yang berprestasi dan sangsi (punishment) kepada yang melanggar
    5. Semua tenaga yang dibutuhkan tersedia di sekolah sesuai dengan analisis kebutuhan
  5. Pengelolaan Fasilitas (Peralatan dan Perlengkapan)
    1. Mengetahui keadaan dan kondisi sarana dan fasilitas
    2. Mengadakan alat dan sarana belajar
    3. Menggunakan sarana dan fasilitas sekolah
    4. Memelihara dan merawat kebersihan
  6. Pengelolaan Keuangan
    1. Semua dana yang dibutuhkan dan akan digunakan dimasukkan dalam RAPBS
    2. Mengelola keuangan dengan transparan dan akuntabel
    3. Pembukuan keuangan rapih
    4. Ada laporan pertanggungjawaban keuangan setiap bulan
  7. Pelayanan Siswa
    1. mengidentifikasi dan membangun kelompok siswa di sekolah
    2. Melakukan proses penerimaan siswa baru dengan transparan
    3. Pengembangan potensi siswa (emosional, spiritual, bakat)
    4. Melakukan kegiatan ekstra kurikuler
    5. Mengembangkan bakat siswa (Olahraga dan seni)
    6. Mengembangkan kreatifitas
    7. Membuat majalah dinding
    8. Mengikuti lomba-lomba bidang keilmuan dan non keilmuan
    9. Mengusahakan beasiswa melalui subsidi silang
    10. Fasilitas kegiatan siswa tersedia dalam kondisi baik
  8. Hubungan Sekolah-Masyarakat
    1. Membentuk Komite Sekolah
    2. Menjaga hubungan baik dengan Komite Sekolah
    3. Melibatkan masyarakat dalam menyusun program sekolah, melaksanakan, dan mengevaluasi
    4. mengembangkan hubungan yang harminis antara sekolah dengan masyarakat
  9. Pengelolaan Iklim Sekolah
    1. Menegakkan disiplin (siswa, guru, staf)
    2. Menciptakan kerukunan beragama
    3. Menciptakan kekeluargaan di sekolah
    4. Budaya bebas narkoba

A. Kepala Sekolah Selaku Pimpinan mempunyai tugas sebagai berikut :

1. menyusun perencanaan

2. mengorganisasikan kegiatan

3. mengarahkan kegiatan

4. mengkordinasikan kegiatan

5. melaksanakan pengawasan

6. melakukan evaluasi terhadap kegiatan

7. menentukan kebijaksanaan

8. mengadakan rapat-rapat dinas

9. mengambil keputusan

10. mengatur proses kegiatan belajar mengajar

11. mengatur administrasi

- kantor

- siswa

- Pegawai

- Perlengkapan

- Keuangan /RAPBS

12. mengatur Organisasi Intra Sekolah (OSIS)

13. mengatur hubungan sekolah dengan masyarakat dan dunia usaha

B. Kepala Sekolah selaku Administrator bertugas menyelenggarakan administrasi

1. perencanaan

2. pengorganisasian

3. pengarahan

4. pengkoordinasian

5. pengawasan

6. kurikulum

7. kesiswaan

8. kantor

9. kepegawaian

10. perlengkapan

11. keuangan

12. perpustakaan

13. laboratorium

C. Kepala Sekolah selaku Suvervisor bertugas menyelenggarakan supervisi

1. kegiatan belajar mengajar (KBM)

2. kegitatan BP/BK

3. kegiatan Ekstrakurikuler

4. kegiatan Ketatausahaan

5. kegiatan kerjasama dengan masyarakat dan dunia usaha

2. URAIAN TUGAS POKOK DAN FUNGSI WAKIL KEPALA SEKOLAH

A. URAIAN TUGAS WAKIL KEPALA SEKOLAH BIDANG KURIKULUM

Wakil kepala sekolah bidang kurikulum mempunyai tugas membantu Kepala Sekolah dalam kegiatan-kegiatan sebagai berikut :

1. menyusun program pengajar

2. menyusun pembagian tugas guru

3. menyusun jadwal pelajaran

4. menyusun jadwal evaluasi belajar

5. menyusun pelaksanaan Ujian Akhir Nasional /Sekolah (UAN/S)

6. menerapkan kreteria persyaratan naik kelas/tidak naik kelas

7. menerapkan jadwal penerimaan buku Laporan Pendidikan (Rapor) dan penerimaan STTB dan DANEM

8. mengkoordinasi dan mengarahkan penyusunan satuan pelajaran

9. menyediakan buku kemajuan kelas

10. menyusun laporan pelaksanaan pelajaran

B. URAIAN TUGAS WAKIL KEPALA SEKOLAH BIDANG KESISWAAN

Wakil kepala sekolah bidang Kesiswaan mempunyai tugas membantu Kepala Sekolah dalam kegiatan-kegiatan sebagai berikut :

1. menyusun program pembinaan kesiswaan/OSIS

2. melaksanakan bimbingan, pengarahan dan pengendalian

3. membina dan melaksanakan koordinasi keamanan , kebersihan, ketertiban, keindahan kerindangan dan kekeluargaan (6K)

4. memberikan pengarahan dalam pemilihan pengurus OSIS

5. melakukan pembinaan pengurus OSIS dalam berorganisasi

6. menyusun jadwal pembinaan siswa secara berkala dan insendentil

7. melaksanakan pemilihan calon siswa teladan dan calon siswa penerima beasiswa

8. mengadakan pemilihan siswa untuk mewakili sekolah dalam kegiatan diluar sekolah

9. menyusun laporan pelaksanaan kegiatan siswa secara berkala

10. mengatur mutasi siswa

C. URAIAN TUGAS WAKIL KEPALA SEKOLAH BIDANG HUMAS

Wakil kepala sekolah bidang humas mempunyai tugas membantu Kepala Sekolah dalam kegiatan-kegiatan sebagai berikut :

1. mengatur dan menyelenggarakan hubungan sekolah dengan orang tua/ wali siswa

2. membina hubungan antara sekolah dengan Komite Sekolah

3. meyusun laporan pelaksanaan hubungan masyarakat secara berkala

D. URAIAN TUGAS WAKIL KEPALA SEKOLAH BIDANG SARANA DAN PRASARANA

Wakil kepala sekolah bidang sarana dan prasarana mempunyai tugas membantu Kepala Sekolah dalam kegiatan-kegiatan sebagai berikut :

1. menyusun rencana kebutuhan sarana dan prasarana sekolah

2. mengadminstrasikan pendayagunaan sarana prasarana

3. pengelolaan pembiayaan alat-alat pelajaran

4. menyusun laporan pelaksanaan urusan sarana dan prasarana secara

berkala.

3. URAIAN TUGAS TUGAS POKOK DAN FUNGSI KEPALA TATA USAHA

Kepala Tata Usaha mempunyai tugas melaksanakan ketatausahaan sekolah dan bertanggung jawab kepada Kepala Sekolah meliputi kegiatan-kegiatan sebagai berikut :

a. penyusunan program tata usaha sekolah

b. pengelolaan keuangan sekolah

c. pengurusan administrasi pegawai, guru dan siswa

d. pembinaan dan pengembangan karir pegawai tata usaha sekolah

e. penyusunan administrasi sekolah

f. penyusunan dan penyajian data /statistik sekolah

g. mengkoordinasi dan melaksanakan 6 k

h. penyusunan laporan pelaksanaan kegiatan pengurusan ketata usahaan

secara berkala

4. URAIAN TUGAS POKOK DAN FUNGSI WALI KELAS

Wali kelas membantu Kepala Sekolah dalam kegiatan-kegiatan,sbg berikut:

a. pengelolaan kelas

b. penyelenggaraan administrasi kelas meliputi;

- denah tempat duduk

- papan absen siswa

- daftar pelajaran kelas

- daftar piket kelas

- buku absen siswa

- buku kegiatan belajar mengajar

- tata tertib kelas

5. URAIAN TUGAS POKOK DAN FUNGSI GURU

Guru bertanggung jawab kepada Kepala sekolah dan mempunyai dalam melaksanakan kegiatan proses belajar mengajar secara efektif dan efesien dan guru mempunyai tugas dan tanggung jawab meliputi ;

a. membuat program pengajaran /rencana kegiatan belajar mangajar semester dan tahunan

b. membuat satuan pelajaran (persiapan mengajar)

c. melaksanakan kegiatan belajar mengajar

d. melaksanakan kegiatan penilaian belajar semester/tahunan

e. mengisi daftar milai siswa

f. melaksanakan analisis hasil hasl evaluasi belajar

g. menyusun dan melaksanakan program perbaikan dan pengajaran

h. melaksanakan membimbing siswa dalam kegiatan proses belajar mengajar

i. membuat alat pelajaran /alat program

j. membuat alat pelajaran/alat peraga

k. menciptakan karya seni

l. mengikuti kegiatan pengembangan tertentu

m. membuat catatan tentang kemajuan hasil belajar siswa

n. meneliti daftar hadir siswa sebelum pelajaran dimulai

A. Kepemimpinan Kepala Sekolah

Kepemimpinan kepala Sekolah sangat dipengaruhi oleh hal – hal sebagai berikut:

1) Kepribadian yang kuat mengembangkan pribadi yang percaya diri,berani,

bersemangat, murah hati, dan memiliki kepekaan sosial.

2) Memahami tujuan pendidikan dengan baik

3) Pengetahuan yang luas dengan selalu menjadi manusia pembelajar.

4) Keterampilan profesional yang terkait dengan tugasnya sebagi Kepala Sekolah,

yaitu :

a. Ketermpilan teknis : menyusun jadwal , memimpin rapat , dll.

b. Keterampilan hubungan kamanusian : bekerja sama dengan orang

lain,memotivasi,mendorong guru dan staf ,dan lain – lain.

5) Keterampilan konseptual, misalnya mengembangkan konsep pengembangan

sekolah , memperkirakan masalah yang akan muncul dan mencari pemecahan.

Untuk mengembangkan sekolah perlu dipahami dan dilaksanakan prinsip –prinsip

kepemimpinan secara umum berlaku , yaitu :

a. Konstruktif, artinya Kepala Sekolah harus mendorong dan membina setiap staf untuk

berkembang.

b. Kreatif, artinya Kepala Sekolah harus selalu mencari gagasan dan cara baru dalam

melaksanakan tugas.

c. Partisipatif, artinya mendorong keterlibatan semua pihak yang terkait dalam setiap

kegiatan di sekolah.

d. Kooperatif , artinya mementingakan kerja sama dengan staf dan pihak lain yang terkait

dalam melaksanakan setiap kegiatan.

e. Delegatif, artinya berupaya mendelegasikan tugas keda staf sesuai dengan tugas /

jabatan serta kemampuan mereka.

f. Integratif , artinya selalu mengitegrasikan semua kegiatan sehingga dihasilkan sinergi

untuk mencapai tujuan sekolah.

g. Rasional dan Objektif , artinya dalam melaksnakan tugas atau bertindak selalu

berdasarkan pertimbangan rasio dan objektif.

h. Pragmatis dalam menetapkan kebijakan atau taraget. Kepala Sekolah harus

mendasarkan pada kondisi dan kemampuan nyata

yang dimilki sekolah.

Untuk menerapkan gaya kepemimpinan oleh Kepala Sekolah tergantung pada

situasi dan kondisi staf yang dipimpinnya,diantaranya: Gaya Kepemimpinan Delegatif :

lebih banyak memberikan dukungan dan mendelegasikan tugas dan wewenang kepada

staf jika menghadapi staf yang memilki kemampuan baik dan motivasi ykerja yang baik.

Gaya Kepemimpinan Partisifatif : Kepala Sekolah berpartisipasi aktif dalam

mendorong staf untuk menggunakan kemampuannya secara optimal jika mengahadapi

staf yang memilki kamapuan kerja baik tetapi motivasi kerja kurang.

Gaya Kepemimpinan Konsultatif : Kepala Sekolah banyak memberikan

bimbingan sehingga kemampuan staf secara bertahap meningkat jika menghadapi staf

yang memilki kerja yang kurang baik tetapi memilki motivasi kerja baik. Gaya

Kepemimpinan Instruktif : Kepala Sekolah lebih banyak memberi petunjuk yang

spesifik dan secara ketat mengawasi staf dalam mngerjakan tugasnya. Mengunakan

filosofi Ki Hajar Dewantoro yaitu ing ngarso sung tulodo, ing madya mangun karso, tut

wuri handayani artinya Pemimpin harus selalu membengkitkan semangat seluruh staf.

Untuk mengajukan gagasan dan kemudian mewujudkannya , serta mendorong dan

mendukung setiap untuk tampil menunjukkan kemampuannya. Keterpaduan antara

kepemimpinan dan manajerial: Antara kepemimpinan dan manajerial tidak dapat

dipisahkan. Kepemimpinan akan menjiwai manajer dalam melaksanakan tugasnya. Tugas

Kepala Sekolah sering dirumuskan sebagai EMASLIM, yaitu Educator, Manager,

Administrator, Supervisor, Leader, Inovator , dan Motivator .

B. Kepemimpinan yang Efektif dan Inovatif Sekolah akan Berkembang

Dengan berbekal kepemimpinan Kepala Sekolah , Prinsip – prinsip

kepemimpinan ,menerapkan gaya kepemimpinan yang berbeda , dan terpadunya antara

kepemimpinan dan manejerial diharapkan sekolah akan berkembang.

Setipa Kepala Sekolah , guru , siswa dan orang tua bahkan masyarakat tentu berharap

sekolahnya berkembang. Supaya selalu berkembang maka perlu adanya rencana

pengembangan yang harus dijadikan landasan kerja seluruh staf, sehingga harus disusun

dengan baik. Rencana pengembangan sekolah terdiri dari rencana jangka panjang selama

8 tahun , rencana jangka menengah untuk 4 tahun dan jangka pendek untuk 1 tahun.

Membentuk pembelajar yang akhlakul karimah yang mampu bersaing serta bersanding

baik ditingkat lokal , regional ,nasional maupun global pendidikan STRATEGI :

Mengajar dengan senyuman , mendidik dengan panutan , melatih dengan kesabaran

1. Pengeloalaan Kelas : Pengelolaan kelas diserahkan kreativitas kapada para siswa dari

mulai mencatat samapai dengan aksesorisnya.

2. PBM : Proses Belajar Mengajar harus menyenangkan .Jauhi sikap guru sentris , hindari

dominan guru di dalam kelas, menghardik siswa , dan lain – lain, arahkan pembelajaran

ke PAKEM dengan menggunakan berbagai media yang ada di sekolah apakah media

alam , media elektronik , dan lain – lain.

3. Diisi dengan kegiatan : Remaja siswa SMP mempunyai energi lebih keagamaan dan

maka harus disalurkan dengan hal–hal keolahragaan yang positif misal mengaji

bersama , shalat berjamaah , dan sekali – kali shalat tahajud bersama ,mengfadakan

kegiatan keolahragaan seperti senam ,sepak bola,basket,bulu tangkis,footsal bola voli.

4. Diisi dengan kegiatan: Selain Pramuka , Paskibra , PMR , juga ekstrakurikuler futsal,

basket ,dan bola voli dapat dilaksanakan Pengajian Quran , Keterampilan Pertanian ,

Sepak Bola,Pencak Silat,Komputer sehingga pada gilirannya nanti para siswa dapat

hidup di tengah –tengah masyarakat.

5. Evaluasi : Selama ini evaluasi terlalu menitik beratkan pada kognitif,sementara efektif

dan psikomotor kurang diberdayakan , maka nanti diharapkan terintegrasi dalam

penilaian karena pada akhirnya tujuan pendidikan bukankah mencetak manusia yang

taqwa.

Apabila semuanya dilaksanakan Insaya Allah sekolah akan berkembang sehingga

Kepala Sekolah, Guru dan Staf, Orang tua, dan Siswa mendapat kepuasan yang tidak

ternilai harganya terutama kepuasaan batin.

Banyak peran yang dilekatkan dalam diri seorang kepala sekolah. Mulai dari kepala sekolah berfungsi sebagai edukator, manajer, administrator, inovator, leader, motivator, ,dan supervisor. Peran-peran ini dalam konteks Manajemen Berbasis Sekolah menempatkannya sebagai sosok penting perubahan dan peningkatan mutu. Tercapai atau tidak mutu sekolah amat bergantung pada sejauh mana kepala sekolah memainkan - dalam bahasa Quantum teaching- orkestra dari berbagai komponen yang ada.

Salah satu fungsi kepala sekolah yang akan ditekankan dalam tulisan ini adalah kepala sekolah sebagai supervisor. Menurut Kimball Wiles, "Supervision is assistance in the development of a better teaching learning situation," Supervisi sebagai bantuan yang diberikan untuk mengembangkan situasi belajar mengajar yang lebih baik. Supervisi menjadi suatu usaha yang terus menerus dilakukan mengingat Kegiatan Belajar Mengajar merupakan "rohnya" sekolah. Tanpa usaha yang demikian, perbaikan KBM tidak berjalan sempurna. Supervisi memberikan arah agar para guru dapat berkembang secara lebih efektif agar kompetensi dasar, kompetensi bidang studi dan kompetensi tamatan sesuai dengan Kurikulum Berbasis Kompetensi terwujud.

Dengan demikian, aktivitas kepala sekolah dalam melakukan supervisi dikenali melalui tiga arah :

1.Perbaikan situasi pendidikan, situasi yang ada dalam KBM menjadi titk perhatian utama supervisi dan bukan ke arah administratif seperti yang selama ini banyak dilakukan bilamana supervisi dilakukan. Bagaimana guru mengelola situasi KBM agar dapat menyenangkan, memberikan insight pada siswa sehingga siswa menjadi FUN dalam belajar.

2.Peningkatan mutu Belajar Mengajar, kehebatan seorang guru bila melaksanakan interaksi pembelajaran sesungguhnya dicerminkan pada bagaimana guru mengelola KBMnya secara hebat. Hebat dalam pengertian ia mampu merancang pembelajaran yang terukur mutunya, merekam dan mengevaluasi pembelajaran yang juga terukur pencapaiannya.

3.Pembinaan guru yang bersangkutan, ketika supervisi dalam dua arah telah tercapai, dengan sendirinya pembinaan guru menemukan maknanya. Sering kali supervisi disalahartikan sebagai kegiatan kepala sekolah untuk mencari kesalahan guru sehingga guru takut disupervisi. Justru, kepala sekolah harus meletakkan supervisi ini pada upaya improvement pada peningkatan profesionalisme guru. Tidak mencari kesalahan, melainkan memberikan pelayanan dan bimbingan.

Kepala Sekolah dalam melaksanakan supervisi tidak asal melaksanakan. Ia harus menjadi suatu skill dan pengetahuan. Skill dan pengetahuan ini harus membentuk kepala skeolah hingga menjadi sebuah kompetensi. Bahkan salah satu kriteria kepala sekolah yang berkompetensi adalah kepala skeolah yang memiliki standar kemampuan melakukan supervisi. Ia berhasil melaksanakan supervisi. Ia bahkan melakukan upaya knowledge dalam mentransfer makna supervisi kepada rekan-rekan guru. Ada lima kompetensi kepala skeolah dalam melaksanakan supervisi

1.Memahami dan menghayati arti, tujuan, dan prinsip supervisi. Prinsip dasarnya adalah paham. Kepala sekolah memahami apa makna supervisi secara benar. Menempatkan tujuan supervisi secara tepat, dan melaksanakan prinsip-prinsip supervisi. Arti supervisi telah disampaikan di atas. Tujuan umum supervisi menurut Langeveld adalah membina orang-orang yang disupervisi menjadi manusia dewasa yang sanggup berdiri sendiri dan dapat mengambil keputusan atas tanggung jawabnya sendiri. Sementara tujuan khusus supervisi adalah ke arah implikasi pada perbaikan KBM secara terus menerus. Pada kesempatan lain, prinsip-prinsip supervisi akan penulis paparkan.

2.Menyusun program supervisi pendidikan .Sering kali guru merasa dalam posisi kaget dan tidak siap ketika kepala sekolah menginformasikan akan mensupervisi mereka. Guru tidak diberitahu jadwalnya. Hasilnya menjadi tidak maksimal. Kepala sekolah perlu membuat program supervisi dengan baik. Menginformasikan program itu kepada semua guru. Menjelaskan AMBAKnya kepada mereka "Apa Manfaatnya BAgiKu? Dengan demikian program supervisi dapat terlaksananya dengan baik. Guru menjadi tidak takut dan kaget kalau-kalau akan disupervisi. Supervisi sebaiknya tidak dilakukan pada akhir semester berjalan. Ia harus merata. Ada pada peridoe awal, tengah dan akhir dalam satu semester tersebut. Mengapa? Kepala Sekolah harus benar-benar memperhtiakn para guru yanya dalam mengajar di kelas. Harus lebih banyak waktunya untuk mengontrol aktivitas KBM guru nya di kelas.

3.Melaksanakan program supervisi .Pelaksanaan program supervisi harus memperhatikan bagaimana proses supervisi dilakukan. Juga memeprhatikan persiapan-persiapannya. Dan tak kalah penting adlah mempersiapkana berbagai teknik supervisi. Setiap guru memiliki stlye yang berbeda. Teknik supervisi mengakomodasi perbedaaan gaya tersebut. Teknik yang tepat akan menghasilkan efektivitas supervisi.

4.Memanfaatkan hasil-hasil supervisi .Tidak kalah pentngnya kompetensi kepala sekolah dalam supervisi adalah memanfaatkan hasil-hasil supervisi. Hasil-hasil supervisi yang diperoleh kepala skeolah sangat penting untuk diinformasikan kepada guru. Kepala skeolah harus memeiliki rekaman tertulis yang memadai dari aktivitas supervisi tersebut. Hasil-hasilnya perlu dipetakan terhadap kemampuan guru. Mana guru-guru dalam kategori yang sudah baik hingga perlu pembinaan terbimbing. Peta supervisi yang berisi hasil supervisi dan penempatan guru ddidalamnya akan sangat berguna dalam melihat kemampuan profesionalisme guru sesungguhnya.

5.Melaksanakan umpan balik dari hasil supervisi. Tugas terakhir kepala sekolah dalam kompetensi supervisi adalah memberikan feed beck. Umpan balik. Guru berhak mendapatkan hasil supervisi. Kepala Sekolah tidak boleh mengkeep hasil supervisi tanpa menyampaikan umpan baliknya kepada yang disupervisi. Kepala skeolah perlu merancang pertemuan untuk menyampaikaan hasil tersebut. Rancangan pertemuan dapat formal dapat pula informal. Namun, esensi hasil supeverisi tidak boleh terlupakan. Dapat berupa pertemuan rapat rutin disampaikan secara umum. Dapat pula pemanggilan person-person guru yang bersangkutan. Setelah umpan balik dilakukan, lihat efektivitas perubahan pada pertemuan guru dalam KBM berikutnya. Ini juga tetap perlu dipantau. Proses supervisi ini bila dilaukan secara terencana dan baik dapat memberikan sumbangsih pada peningkatan profeionalisme guru. Pada gilirannya guru akan memeperoleh srtifikasi kemampuan profesionalismenya. Tentu saja berkahnya kepada Kepala Sekolah juga.

Kepemimpinan Kepala Sekolah

DALAM era desentralisasi seperti saat ini, di mana sektor pendidikan juga dikelola secara otonom oleh pemerintah daerah, praksis pendidikan harus ditingkatkan ke arah yang lebih baik dalam arti relevansinya bagi kepentingan daerah maupun kepentingan nasional. Manajemen sekolah saat ini memiliki kecenderungan ke arah school based management (manajemen berbasis sekolah/MBS).

Dalam konteks MBS, sekolah harus meningkatkan keikutsertaan masyarakat dalam pengelolaannya guna meningkatkan kualitas dan efisiensinya. Meskipun demikian, otonomi pendidikan dalam konteks MBS harus dilakukan dengan selalu mengacu pada akuntabilitas terhadap masyarakat, orangtua, siswa, maupun pemerintah pusat dan daerah.

Agar desentralisasi dan otonomi pendidikan berhasil dengan baik, kepemimpinan kepala sekolah perlu diberdayakan. Pemberdayaan berarti peningkatan kemampuan secara fungsional, sehingga kepala sekolah mampu berperan sesuai dengan tugas, wewenang, dan tanggung jawabnya. Kepala sekolah harus bertindak sebagai manajer dan pemimpin yang efektif. Sebagai manajer ia harus mampu mengatur agar semua potensi sekolah dapat berfungsi secara optimal. Hal ini dapat dilakukan jika kepala sekolah mampu melakukan fungsi-fungsi manajemen dengan baik, meliputi (1) perencanaan; (2) pengorganisasian; (3) pengarahan; dan (4) pengawasan.

Dari segi kepemimpinan, seorang kepala sekolah mungkin perlu mengadopsi gaya kepemimpinan transformasional, agar semua potensi yang ada di sekolah dapat berfungsi secara optimal. Kepemimpinan transformasional dapat didefinisikan sebagai gaya kepemimpinan yang mengutamakan pemberian kesempatan, dan atau mendorong semua unsur yang ada dalam sekolah untuk bekerja atas dasar sistem nilai (values system) yang luhur, sehingga semua unsur yang ada di sekolah (guru, siswa, pegawai, orangtua siswa, masyarakat, dan sebagainya) bersedia, tanpa paksaan, berpartisipasi secara optimal dalam mencapai tujuan ideal sekolah.

Ciri seorang yang telah berhasil menerapkan gaya kepemimpinan transformasional (Luthans, 1995: 358) adalah sebagai berikut: (1) mengidentifikasi dirinya sebagai agen perubahan (pembaruan); (2) memiliki sifat pemberani; (3) mempercayai orang lain; (4) bertindak atas dasar sistem nilai (bukan atas dasar kepentingan individu, atau atas dasar kepentingan dan desakan kroninya); (5) meningkatkan kemampuannya secara terus-menerus; (6) memiliki kemampuan untuk menghadapi situasi yang rumit, tidak jelas, dan tidak menentu; serta (7) memiliki visi ke depan.

DALAM era desentralisasi, kepala sekolah tidak layak lagi untuk takut mengambil inisiatif dalam memimpin sekolahnya. Pengalaman kepemimpinan yang bersifat top down seharusnya segera ditinggalkan. Pengalaman kepemimpinan kepala sekolah yang bersifat instruktif dan top down memang telah lama dipraktikkan di sebagian besar sekolah kita ketika era sentralistik masih berlangsung.

Beberapa fenomena pendidikan persekolahan sebagai hasil dari model kepemimpinan yang instruktif dan top down dapat kita sebutkan, antara lain, sistem target pencapaian kurikulum, target jumlah kelulusan, formula kelulusan siswa, dan adanya desain suatu proyek peningkatan kualitas sekolah yang harus dikaitkan dengan peningkatan NEM (nilai ebtanas murni-Red) secara instruktif. Keadaan ini berakibat pada terbelenggunya seorang kepala sekolah dengan juklak dan juknis. Dampak negatifnya ialah tertutupnya sekolah pada proses pembaruan dan inovasi.

Keadaan ini pernah dialami oleh penulis ketika harus melakukan diseminasi classroom action research di sekolah-sekolah. Kepala sekolah yang mengadopsi kepemimpinan instruksi-otoritarian tidak selalu bisa memberi peluang kepada penulis untuk mengajak para guru melakukan classroom action research di kelasnya, dengan alasan kegiatan penelitian kelas itu akan mengganggu pencapaian target kurikulum yang telah dicanangkan oleh pusat.

Di sisi guru, sebenarnya sangat mendambakan untuk selalu meningkatkan profesionalisme secara berkelanjutan melalui classroom action research. Sebab mereka sebenarnya mengerti, dengan melakukan penelitian itu para guru akan mampu melakukan refleksi terhadap praktik pembelajaran yang selama ini dilakukannya. Para guru telah dilatih berhari-hari mengenai cara-cara melakukan classroom action research. Tetapi, gara-gara ada kepala sekolah tidak reseptif terhadap inovasi, akhirnya guru harus puas dengan praktik yang bertahun-tahun dilakukan dan dianggap telah baik tanpa ada sistem feedback yang diperolehnya dari penelitian tindakan kelas.

Kepala sekolah yang memiliki kepemimpinan partisipatif-transformasional memiliki kecenderungan untuk menghargai ide-ide baru, cara baru, praktik-praktik baru dalam proses belajar-mengajar di sekolahnya, dan dengan demikian sangat senang jika guru melaksanakan classroom action research. Sebab, dengan penelitian kelas itu sebenarnya guru akan mampu menutup gap antara wacana konseptual dan realitas dunia praktik profesional. Akibat positifnya ialah dapat ditemukannya solusi bagi persoalan keseharian yang dihadapi guru dalam proses belajar-mengajar di kelas. Jika hal ini terjadi, berarti guru akan mampu memecahkan sendiri persoalan yang muncul dari praktik profesionalnya, dan oleh karena itu mereka dapat selalu meningkatkannya secara berkelanjutan.

AGAR proses inovasi di sekolah dapat berjalan dengan baik, kepala sekolah perlu dan harus bertindak sebagai pemimpin (leader) dan bukan bertindak sebagai bos. Ada perbedaan di antara keduanya.

Oleh karena itu, seyogianya kepemimpinan kepala sekolah harus menghindari terciptanya pola hubungan dengan guru yang hanya mengandalkan kekuasaan, dan sebaliknya perlu mengedepankan kerja sama fungsional. Ia juga harus menghindarkan diri dari one man show, sebaliknya harus menekankan pada kerja sama kesejawatan; menghindari terciptanya suasana kerja yang serba menakutkan, dan sebaliknya perlu menciptakan keadaan yang membuat semua guru percaya diri.

Kepala sekolah juga harus menghindarkan diri dari wacana retorika, sebaliknya perlu membuktikan memiliki kemampuan kerja profesional; serta menghindarkan diri agar tidak menyebabkan pekerjaan guru menjadi membosankan.

STUDI PERAN KEPALA SEKOLAH DAN KOMITE SEKOLAH

Dengan adanya desentralisasi manajemen pendidikan dan manajemen berbasis sekolah (MBS) peran kepala sekolah mulai berubah. Apalagi komite sekolah mulai berperan penting dalam pengelolaan sekolah. Konsultan kami Elizabeth Sweeting, Muhlisoh, Furaidah, dan Supriyono Koes dibantu teman-teman konsultan lainnya telah membuat studi tentang peran kepala sekolah dan komite sekolah, khususnya di sekolah yang sudah melaksanakan MBS dengan berhasil di daerah binaan MBE dan CLCC. Tujuannya adalah untuk menemukan kunci keberhasilan sekolah tersebut agar disebarluaskan ke sekolah-sekolah lain. Rangkuman kesimpulan studi tersebut dapat dibaca di bawah ini. Studi lengkap dapat dibaca di website kami mbeproject.net.

Studi 1: Peran Kepala Sekolah

Kepala sekolah mempunyai dua peran utama, pertama sebagai pemimpin institusi bagi para guru, dan kedua memberikan pimpinan dalam manajemen.

Pembaharuan pendidikan melalui manajemen berbasis sekolah (MBS) dan komite sekolah yang diperkenalkan sebagai bagian dari desentralisasi memberikan kepada kepala sekolah kesempatan yang lebih besar untuk menerapkan dengan lebih mantap berbagai fungsi dari kedua peran tsb.

Banyak kepala sekolah yang dikunjungi selama studi, telah memanfaatkan kesempatan yang diberikan oleh SBM untuk menyesuaikan kinerjanya agar memenuhi situasi baru di sekolah dan di masyarakat, dan menerapkan perubahan-perubahan.

Mereka menyadari bahwa mereka harus lebih menjadi kolega dari pada atasan dari para guru dan bekerjasama lebih erat dengan para guru dan masyarakat dalam menangani permasalah-permasalah pendidikan.

Kerjasama penanganan masalah ini termasuk tugas pengelolaan penting, seperti: supervisi kelas untuk mendorong dan mendukung pelaksanaan PAKEM, memimpin pertemuan informal dengan para guru, untuk menstimulasi, berdiskusi dan berbagi pengalaman mengenai inovasi, menghargai dan mendukung hasil kerja dari komite sekolah untuk sekolah

Kep-Sek membantu Siswa Belajar

Beberapa perubahan kinerja kepala sekolah yang dilaporkan termasuk:

manajemen terbuka-menjadi transparan, akuntabel, dan melibatkan banyak pihak dalam perencanaan, keuangan dan pengembangan program sekolah bersama sama dengan para guru dan masyarakat;menciptakan dan mengelola suasana belajar yang ramah dan positif di sekolah; terbuka dan mendukung inovasi.Di lain pihak, kepala sekolah lebih enggan dalam hal-hal lain, seperti mendelegasikan tanggung jawab pelaksanaan program sekolah kepada yang lain, mengunjungi dan memonitor guru kelas, atau memimpin rapat formal dengan komite dan orang tua murid lebih sering dari kebiasaan selama ini, yakni sebulan sekali, atau satu semester sekali.

Beberapa kepala sekolah yang lebih berani, berada dalam tahap di mana mereka dan beberapa guru gurunya dapat mengembangkan inovasi mereka sendiri, sehingga menyebabkan guru dari sekolah lain beramai-ramai mengunjungi sekolah tsb dalam usaha mereka mencari gagasan gagasan baru. Kepala sekolah yang lebih progresif ini juga menggunakan berbagai strategi yang juga merupakan suatu inovasi untuk mendorong agar guru berinovasi, dan menularkan inovasi mereka ke guru lain di sekolah tsb.

Selain menemukan dana yang terbatas sebagai kendala untuk meningkatkan praktik, beberapa kepala sekolah, dengan bijak menemukan kebutuhan mereka sendiri untuk melakukan peningkatan diri.

Lebih lanjut, kepala sekolah yang lebih terbuka mengakui bahwa para guru mereka juga mengalami kendala untuk mengubah perilaku/kinerjanya di kelas daripada mengatakan bahwa guru mereka tidak responsif, melakukan usaha usaha positif, untuk membantu guru mengatasi ketakutan mereka.Kekhawatiran utama para kepala sekolah dan guru adalah belum tahu dampak penggunaan pendekatan PAKEM pada kinerja siswa Ujian Akhir Sekolah.

Sebagai simpulan, kepala sekolah nampak lebih nyaman melakukan peran pimpinan manajemen dari pada pimpinan pembelajaran. Beberapa kepala sekolah mempunyai persepsi mereka sendiri mengenai perannya lebih terfokus pada pimpinan institusi dan menganggap bahwa "mengajar adalah urusan guru".

Para guru dan anggota komite melihat peran kepala sekolah dalam hubungan dengan peran mereka sendiri di dalam sekolah. Dalam hal ini, para guru menfokuskan kebutuhan mereka untuk dipenuhi oleh kepala sekolah untuk tugas kelas mereka.Sejalan dengan itu, anggota komite membuat daftar fungsi-fungsi itu sebagai bagian dari peran kepala sekolah dalam pertemuan komite, yakni: fasilitator, motivator, advisor, inisiator , mediator, dan partner.

WAJAH SEKOLAH ADA PADA KEPALA SEKOLAH

Biasanya di awal tahun ajaran baru para orang tua menjadi pusing memikirkan kelanjutan pendidikan putera-puteri mereka. Berhadapan dengan biaya sekolah yang mahal dan beban ekonomis yang berat rasanya tak kuat lagi hidup di dunia ini. Alhasil, mereka cenderung memilih sekolah negeri.

Kalau pun ada sekolah swasta maka lebih sering putera-puterinya diarahkan kepada sekolah-sekolah swasta yang gencar promosinya, walaupun belum mengetahui apa yang sebenarnya yang ada dan akan terjadi. Ada juga orang tua yang sering mengklarifikasi eksistensi sekolah dan kemajuannya sehingga melihat prospek sekolah sebagai wacana utama sebelum menjatuhkan pilihan.Namun sedemikian urgennya wacana mengenai kemajuan sekolah tidaklah lebih urgen bila orang memberikan atensinya pada kiprah kepala sekolah. Eksplorasi argumen dapat diberikan pada pernyataan ini.

Pertama, kepala sekolah adalah pelaksana suatu tugas yang sarat dengan harapan dan pembaharuan. Kemasan cita-cita mulia pendidikan kita secara tidak langsung diserahkan kepada kepala sekolah. Optimisme orang tua yang terkondisikan pada kepercayaan menyekolahkan putera-puterinya pada sekolah tertentu tidak lain berupa fenomen menggantungkan cita-citanya pada kepala sekolah. Peserta didik dapat belajar dan membelajarkan dirinya hanya karena fasilitasi kepala sekolah. Seonggokan aturan dan kurikulum yang selanjutnya direalisasiakan oleh para pendidik sudah pasti atas koordinasi dan otokrasi dari kepala sekolah. Singkatnya, kepala sekolah merupakan tokoh sentral pendidikan.

Kedua, sekolah sebagai suatu komunitas pendidikan membutuhkan seorang figur pemimpin yang dapat mendayagunakan semua potensi yang ada dalam sekolah untuk suatu visi dan misi sekolah. Pada level ini, kepala sekolah sering dianggap satu atau identik, bahkan secara begitu saja dikatakan bahwa wajah sekolah ada pada kepala sekolahnya. Di sini tampak peranan kepala sekolah bukan hanya seorang akumulator yang mengumpulkan aneka ragam potensi penata usaha, guru, karyawan dan peserta didik; melainkan konseptor managerial yang bertanggungjawab pada kontribusi masing-masingnya demi efektivitas dan efiseiensi kelangsungan pendidikan. Akhirnya, kepala sekolah berperanan sebagai manager yang mengelola sekolah. Sayang sekali kalau kedua peran itu yakni sebagai tokoh sentral dan manajer dalam sekolah diharubirukan oleh ketakmampuan mengatasi aneka krisis yang ada dalam sekolah.

Manajer di Sekolah

Mengimbangi krisis yang ada, kepala sekolah tidak hanya dituntut sebagai educator dan administrator, melainkan juga harus berperanan sebagai manajer dan supervisor yang mampu menerapkan manajemen bermutu. Indikasinya ada pada iklim kerja dan proses pembelajaran yang konstruktif, berkreasi serta berprestasi.

Manajemen sekolah tidak lain berarti pendayagunaan dan penggunaan sumber daya yang ada dan yang dapat diadakan secara efisien dan efektif untuk mencapai visi dan misi sekolah. Kepala sekolah bertanggung jawab atas jalannya lembaga sekolah dan kegiatannya. Kepala sekolah berada di garda terdepan dan dapat diukur keberhasilannya.

Pada prinsipnya manajemen sekolah itu sama dengan manajemen yang diterapkan di perusahaan. Perbedaannya terdapat pada produk akhir yang dihasilkan. Yang dihasilkan oleh manajemen sekolah adalah manusia yang berubah. Dari yang tidak tahu menjadi tahu, dari yang tidak berpengalaman menjadi berpengalaman, dari yang tak bisa menjadi bisa. Sedangkan sasaran manajemen perusahaan itu pada kualitas produksi benda-benda mati. Jadi, manajemen sekolah berandil kuat pada pembentukan kualitas manusia yang merupakan generasi penerus bangsa. Atensi masyarakat yang telah teralienasikan akibat propaganda wacana teknologi dalam pembelajaran harus segera diobati dengan mengedepankan wacana kualitas kepala sekolah. Realitas sekolah itu dimanage oleh kepala sekolah bukan pada kata-kata para marketer yang mengejar target siswa demi perolehan bonus.

Para ahli manajemen seperti Michael A. Hitt & R. Duane Ireland & Robert E. Hoslisson (1997,18) melihat bahwa salah satu input strategis bagi langkah maju perusahaan adalah membentuk konsep yang berbasiskan sumber daya manusia demi suatu profitabilitas yang tinggi. Tak ada salahnya konsep ini dipakai di sekolah. Secara sederhana dapat diterjemahkan bahwa keberhasilan sekolah tergantung pada teknik mengelola manusia-manusia yang ada di sekolah untuk suatu keberhasilan yang tak terukur nilainya yaitu pemanusiaan manusia dalam diri peserta didik dan penghargaan bagi rekan-rekan pendidik sebagai insan yang kreatif dan peduli akan nasib generasi penerus bangsa.

Tujuh kegiatan pokok yang harus diemban kepala sekolah yakni merencanakan, mengorganisasi, mengadakan staf, mengarahkan/orientasi sasaran, mengkoordinasi, memantau serta menilai/evaluasi. Melalui kegiatan perencanaan terjawablah beberapa pertanyaan: Apa yang akan, apa yang seharusnya dan apa yang sebaiknya? Hal ini tentu berkaitan dengan perencanaan reguler, teknis-opersional dan perencanaan strategis (jangka pendek, jangka menengah dan jangka panjang). Kepala sekolah mulai menggarap bidang sasaran yang mungkin sebelumnya sudah dikaji secara bersama-sama.

Dalam kegiatan perencanaan, garapan bidang sasaran itu dibagi, dipilah, dikelompokkan serta diprioritaskan. Pusat perhatian dan pemikiran tertuju kepada pertanyaan: Bagaimana membagi, memilah dan mengelompokkan sasaran itu sehingga dapat diselesaikan? Tentu saja atas hasil pertimbangan partisipatif yang menghengkangkan persepsi keliru mengenai “meeting sama dengan pemberitahuan”.

Pada kegiatan selanjutnya yaitu pengadaan staf, yang dilakukan adalah berpikir tentang siapa yang diperlukan dan dipercayakan dalam bidang garapan itu masing-masingnya setelah dipilah-pilah dan diprioritaskan. Adakah dan siapakah orangnya dan bagaimana mengikutsertakannya?

Pertanyaan mengenai kejelasan siapa yang harus mengarahkan dan dari siapa pengarahan/petunjuk itu didapatkan dilakukan pada tahap pengarahan/orientasi sasaran. Apa yang harus diberitahukan? Bagaimana mengerjakannya? Kapan mulai dan kapan selesai?

Kemudian dalam tahap pengkoordinasian yang harus dilakukan adalah menjadwalkan waktu pengerjaannya agar masing-masing bagian dapat mulai dan selesai pada waktunya. Di sini ada keharusan bagi yang diserahi tugas menggarap bagian-bagian tertentu kembali mempertanyakan kapan harus mulai dan kapan harus mempertanggungjawabkannya. Mereka harus memperhitungkan secara matang dan tepat mengenai waktu yang harus digunakan selama proses garapan berlangsung. Hal ini bukan berarti kalau terkejar deadline maka pekerjaan harus urak-urakkan.

Kepala sekolah dapat mengetahui bagaimana proses pengerjaan itu terlaksana sesuai rencana, cara, hasil dan waktu penyelesaian. Kegiatan ini dapat dipantau agar memperoleh informasi perkembangan yang aktual. Antisipasi pun bisa dilakukan terhadap hal-hal yang tak sesuai dengan rencana.

Untuk penilaian atau evaluasi, kepala sekolah dapat memperoleh kesesuaian rencana dengan realitas melalui eksplorasi pertanyaan-pertanyaan. Apakah hasil yang diperoleh sesuai dengan yang direncanakan? Adakah perbaikan yang dapat dilakukan? Pada tahap ini kepala sekolah dapat memberikan penghargaan kepada mereka yang berprestasi dan pembinaan bagi mereka yang gagal atau kurang berprestasi. Sangat lucu kalau supervisi kepala sekolah hanyalah kewajiban dari Diknas dan hasilnya digunakan sebagai alasan pemecatan bagi rekan-rekannya.

Seorang manajer sekolah bertanggung jawab dan yakin bahwa kegiatan-kegiatan yang terjadi di sekolah adalah menggarap rencana dengan benar lalu mengerjakannya dengan benar pula. Oleh karena itu visi dan misi sekolah harus dipahami terlebih dahulu sebelum menjadi titik tolak prediksi dan sebelum disosialisasikan. Hanya dengan itu kepala sekolah dapat membuat prediksi dan merancang langkah antisipasi yang tepat sasaran. Selain itu diperlukan suatu unjuk profesional yang kelihatan sepele tetapi begitu urgen seperti kemahiran menggunakan filsafat pendidikan, psikologi, ilmu kepemimpinan serta antroplogi dan sosiologi.

Guru dan Siwa adalah Mitra Kepala Sekolah

Penggunaan School Based Management (Manajemen Berbasis Sekolah) oleh Pemerintah Indonesia dalam kerangka meminimalisasi sentralisme pendidikan mempunyai implikasi yang signifikan bagi otonomi sekolah. Hal itu berarti sekolah diberikan keleluasaan untuk mendayagunakan sumber daya yang ada secara efektif. Oleh karena implikasi itu maka sekali lagi peran kepala sekolah sangat dibutuhkan untuk mengelola manusia-manusia yang ada dalam organisasi sekolah, termasuk memiliki strategi yang tepat untuk mengelola konflik. Kepala sekolah akan berhadapan dengan pribadi-pribadi yang berbeda karakter.

Yang penting baginya adalah mempunyai pemahaman yang tangguh akan hakikat manusia. McGregor (1960) berasumsi bahwa manusia tidak memiliki sifat bawaan yang tidak menyukai pekerjaan. Di bawah kondisi tertentu manusia bersedia mencapai tujuan tanpa harus dipaksa dan ia mampu diserahi tanggung jawab. Urgensitasnya bagi kepala sekolah adalah menerapkan gaya kepemimpinan yang partisipatif demokratik dan memperhatikan perkembangan profesional sebagai salah satu cara untuk memotivasi guru-guru dan para siswa.

Selain itu berlandaskan teori Maslow (1943), kepala sekolah juga disentil dengan persepsi bahwa guru dan siswa berkemungkinan memiliki tingkat kebutuhan yang berbeda-beda. Yang pasti mereka akan mengejar kebutuhan yang lebih tinggi yakni interaksi, afiliasi sosial, aktualisasi diri dan kesempatan berkembang. Oleh karena itu, mereka bersedia menerima tantangan dan bekerja lebih keras. Kiat kepala sekolah adalah memikirkan fleksibilitas peran dan kesempatan, bukannya otoriter dan “semau gue”. Demi kelancaran semua kegiatan itu kepala sekolah harus mengubah gaya pertemuan yang sifatnya pemberitahuan kepada pertemuan yang sesungguhnya yakni mendengarkan apa kata mereka dan bagaimana seharusnya mereka menindaklanjutinya.

Sekolah dan Wajah Kepala Sekolah

Dalam hal kekurangberhasilan wajah sekolah mungkin tepat dilekatkan pada kepala sekolah. Bahkan bukan sekedar melekatkan melainkan suatu konsekuensi kiprah regulasi kepala sekolah. Ibarat nahkoda yang menjalankan sebuah kapal mengarungi samudera, kepala sekolah mengatur dan memanajemeni segala sesuatu yang ada di sekolah. Dengan demikian, yang harus bertanggung jawab atas kandasnya sebuah sekolah dan gagalnya peserta didik adalah kepala sekolah.

Apabila sekolah menuai keberhasilan maka kinerja kepala sekolah telah terukur. Semakin banyak orang yang menikmati kepuasan batin, yakni dihargai, diberdayakan dan prestatif adalah tanda-tanda kemajuan bagi kepala sekolah. Nahkoda sekolah telah mendekatkan keberhasilan para penumpang pada wilayah tujuan yang ingin diraihnya. Peserta didik merasa enjoy dan betah bila berada di sekolah. Proses pembelajarannya telah menjadikan peserta didik lebih manusiawi dan semakin menemukan diri mereka sendiri. Para guru mempunyai sense of belonging yang tinggi akan sekolah. Kualitas sekolah dirajut dan dipertahankan. Bukan tidak mungkin hal-hal itu secara tidak langsung memikat para pengembara idealis untuk memasukkan anak-anaknya pada sekolah yang bermutu itu.

Namun keberhasilan itu bukan semata keberhasilan kepala sekolah melainkan keberhasilan semua orang yang terlibat dalam kegiatan manajemen sekolah. Sebagai satu kesatuan, para penggarap manajemen telah mampu menunjukkan kerja yang kualitatif dan kooperatif. Keberhasilan masing-masingnya adalah juga keberhasilan kepala sekolah. Wajah sekolah ada pada kepala sekolah.

Wajah Kepala Sekolah

Sebagaimana diketahui penggunaan "School Based Management" (Manajemen Berbasis Sekolah) oleh pemerintah Indonesia dalam kerangka meminimalisasi sentralisme pendidikan mempunyai implikasi yang signifikan bagi otonomi sekolah.

Hal itu berarti sekolah diberikan keleluasaan untuk mendayagunakan sumber daya yang ada secara efektif. Implikasinya maka peran kepala sekolah sangat dibutuhkan untuk mengelola SDM yang ada dalam organisasi, termasuk memiliki strategi yang tepat untuk mengelola konflik.

Mc Gregor (1960) berasumsi, manusia tidak memiliki sifat bawaan yang tidak menyukai pekerjaan. Di bawah kondisi tertentu manusia bersedia mencapai tujuan tanpa harus dipaksa dan ia mampu diserahi tanggung jawab. Urgensinya adalah menerapkan gaya kepemimpinan yang partisipatif demokratik dan memerhatikan perkembangan profesional sebagai salah satu cara untuk memotivasi guru-guru dan para siswa.

Berlandaskan teori Maslow (1943), kepala sekolah juga disentil dengan persepsi bahwa guru dan siswa berkemungkinan memiliki tingkat kebutuhan yang berbeda-beda. Yang pasti mereka akan mengejar kebutuhan yang lebih tinggi yakni interaksi, afiliasi sosial, aktualisasi diri, dan kesempatan berkembang. Oleh karena itu, mereka bersedia menerima tantangan dan bekerja lebih keras.

Strategi kepala sekolah adalah memikirkan fleksibilitas peran dan kesempatan, bukannya otoriter. Demi kelancaran semua kegiatan itu kepala sekolah harus mengubah gaya pertemuan yang sifatnya pemberitahuan kepada pertemuan yang sesungguhnya yakni mendengarkan apa kata mereka dan bagaimana seharusnya mereka menindaklanjutinya.

Namun dengan adanya MBS peran kepala sekolah mulai bergeser. Apalagi komite sekolah mulai berperan penting dalam pengelolaan sekolah. Dalam hal ini kepala sekolah mempunyai dua peran utama; pertama, sebagai pemimpin institusi bagi para guru dan kedua memberikan pimpinan dalam manajemen.

Sedangkan, pembaharuan pendidikan melalui MBS dan komite sekolah yang diperkenalkan sebagai bagian dari desentralisasi memberikan kepada kepala sekolah kesempatan yang lebih besar untuk menerapkan dengan lebih mantap berbagai fungsi dari kedua peran tersebut.

Manajemen terbuka menjadi transparan, akuntabel, dan melibatkan banyak pihak dalam perencanaan, keuangan, dan pengembangan program sekolah bersama dengan para guru dan masyarakat. Rencana sekolah dan RAPBS dipajangkan untuk dilihat semua pihak. Meski belum banyak kepala sekolah, memanfaatkan kesempatan yang diberikan oleh MBS untuk menyesuaikan kinerjanya agar memenuhi situasi baru di sekolah dan di masyarakat dan menerapkan perubahan-perubahan.

Ada dua hal urgensi mengenai kemajuan sekolah yakni pertama, kepala sekolah adalah pelaksana suatu tugas yang sarat dengan harapan dan pembaharuan. Kemasan cita-cita mulia pendidikan secara tidak langsung diserahkan kepada kepala sekolah. Optimisme orang tua yang terkondisikan pada kepercayaan menyekolahkan putra-putrinya pada sekolah tertentu tidak lain berupa fenomena menggantungkan cita-citanya pada kepala sekolah.Kedua, sekolah sebagai suatu komunitas pendidikan membutuhkan seorang figur pemimpin yang dapat mendayagunakan semua potensi yang ada dalam sekolah untuk suatu visi dan misi sekolah. Pada level ini, kepala sekolah adalah central lock dalam organisasi sekolahnya. Di sini tampak peranan kepala sekolah bukan hanya seorang akumulator yang mengumpulkan aneka ragam potensi penata usaha, guru, karyawan, dan peserta didik; melainkan konseptor manajerial yang bertanggung jawab pada kontribusi masing-masingnya demi efektivitas dan efisiensi kelangsungan pendidikan.

Sementara dalam manajemen sekolah tidak lain berarti pendayagunaan dan penggunaan sumber daya yang ada dan yang dapat diadakan secara efisien dan efektif untuk mencapai visi dan misi sekolah. Kepala sekolah bertanggung jawab atas jalannya lembaga sekolah dan kegiatannya. Kepala sekolah berada di garda terdepan dan dapat diukur keberhasilannya.

Pada prinsipnya manajemen sekolah itu sama dengan manajemen yang diterapkan di perusahaan. Perbedaannya terdapat pada produk akhir yang dihasilkan. Yang dihasilkan oleh manajemen sekolah adalah manusia yang berubah. Dari yang tidak tahu menjadi tahu, dari yang tidak berpengalaman menjadi berpengalaman, dari yang tak bisa menjadi bisa.

Pakar manajemen seperti Michael A. Hitt & R. Duane Ireland & Robert E. Hoslisson (1997,18) melihat salah satu input strategis bagi langkah maju perusahaan adalah membentuk konsep yang berbasiskan sumber daya manusia demi suatu profitabilitas yang tinggi. Tak ada salahnya konsep ini dipakai di sekolah.

Secara sederhana dapat diterjemahkan bahwa keberhasilan sekolah bergantung pada teknik mengelola manusia-manusia yang ada di sekolah untuk suatu keberhasilan yang tak terukur nilainya yaitu pemanusiaan manusia dalam diri peserta didik dan penghargaan bagi rekan-rekan pendidik sebagai insan yang kreatif dan peduli akan nasib generasi penerus bangsa.

Kegiatan pokok

Tujuh kegiatan pokok yang harus diemban kepala sekolah yakni merencanakan, mengorganisasi, mengadakan staf, mengarahkan/orientasi sasaran, mengoordinasi, memantau, serta menilai/evaluasi. Melalui kegiatan perencanaan terjawablah beberapa pertanyaan: Apa yang akan, apa yang seharusnya dan apa yang sebaiknya? Hal ini tentu berkaitan dengan perencanaan reguler, teknis-operasional dan perencanaan strategis (jangka pendek, jangka menengah, dan jangka panjang). Kepala sekolah mulai menggarap bidang sasaran yang mungkin sebelumnya sudah dikaji secara bersama-sama.

Seorang manajer sekolah bertanggung jawab dan yakin bahwa kegiatan-kegiatan yang terjadi di sekolah adalah menggarap rencana dengan benar lalu mengerjakannya dengan benar pula. Oleh karena itu, visi dan misi sekolah harus dipahami terlebih dahulu sebelum menjadi titik tolak prediksi dan sebelum disosialisasikan.

Hanya dengan itu, kepala sekolah dapat membuat prediksi dan merancang langkah antisipasi yang tepat sasaran. Selain itu diperlukan suatu unjuk profesional yang kelihatan sepele, tetapi begitu urgen seperti kemahiran menggunakan filsafat pendidikan, psikologi, ilmu kepemimpinan serta antropologi dan sosiologi.

Ketika kepala sekolah tidak lagi melihat rekan-rekannya sebagai sumber daya yang cukup potensial demi kemajuan sekolah, hal ini ditandai oleh berbagai kebijakan dan keputusan yang kurang partisipatif. Ada kesan seolah-olah mau kerja sendiri. Loyalitas buta dari mitra kerjanya malah dibanggakan. Kebiasaan buruk dalam memberikan stereotip yang irasional bercokol akrab pada insan sentral ini. Orang yang kritis menyiasati keadaan kerapkali dianggap musuh yang segera disingkirkan. Itu pertanda rendahnya intelektualitas dan gagal membangun suatu team work yang solid.

Barangkali napas politik Orde Baru yang telah sekian lama menggerogoti dunia pendidikan sehingga kepala sekolah begitu egois dan sentralistik. Sangat disayangkan bila masyarakat sebagai owner pendidikan membiarkan seorang tokoh sentral sekolah bertindak otoriter dan tak mampu mengelola konflik. Lebih tragis lagi, ketika sang kepala sekolah harus lari dari persoalan yang ditimbulkan akibat keputusan yang sentralistik dan bingung mencari solusi yang akomodatif.

Dalam hal kekurangberhasilan sekolah mungkin tepat dilekatkan pada kepala sekolah. Bahkan bukan sekadar melekatkan, melainkan suatu konsekuensi kiprah regulasi kepala sekolah. Ibarat nakhoda yang menjalankan sebuah kapal mengarungi samudra, kepala sekolah mengatur dan memanajemeni segala sesuatu yang ada di sekolah. Dengan demikian, yang harus bertanggung jawab atas kandasnya sebuah sekolah dan gagalnya peserta didik adalah kepala sekolah.

Kegagalan sekolah sebetulnya sudah di ambang pintu bila letak prioritas kebutuhan sekolah bukan pada kualitas intern, tetapi pada promosi dan sensasi. Kecanggihan sekolah dimegahkan pada deretan CD komputer sambil melupakan ketersediaan buku dan majalah yang merangsang kesadaran membaca peserta didik.

Kepopuleran sekolah terletak pada seberapa jumlah masyarakat yang mengetahui bahwa sekolahnya sudah terjamah oleh teknologi canggih yang menyajikan pembelajaran via media OHP/LCD projektor sambil terlena dalam kebodohan melihat efek negatif dan efektivitas dari penggunaan fasilitas itu. Seberapa banyak waktu yang dipakai untuk menggerakkan mouse komputer? Apakah cocok media ini dipakai dalam pembelajaran seperti matematika. Menulis angka-angka, rumus, dan proses kerja matematika di papan tulis itu juga merupakan suatu proses belajar. Jadi, tak perlu meremehkan fasilitas pembelajaran yang sudah dipakai bertahun-tahun lamanya.

Upaya sensasional menjadi kontraproduktif bila masyarakat dikibuli pada janji-janji yang muluk bukan pada kenyataan yang seharusnya ada. Masyarakat manakah yang membiarkan anak-anaknya kecewa akibat termakan janji? Pemerintah mana yang membiarkan generasi penerus bangsa terjebak dalam arus propaganda tanpa hasil yang real? Pemilik sekolah manakah yang membiarkan asetnya hancur berkeping-keping akibat ulah dari sang kepala sekolah yang tak tahu diri? Atau, peserta didik manakah yang berhasil digembleng karena penipuan yang terselubung?

Apabila sekolah menuai keberhasilan, kinerja kepala sekolah telah terukur. Semakin banyak orang yang menikmati kepuasan batin, yakni dihargai, diberdayakan, dan prestatif adalah tanda-tanda kemajuan bagi kepala sekolah. Nakhoda sekolah telah mendekatkan keberhasilan para penumpang pada wilayah tujuan yang ingin diraihnya. Peserta didik merasa enjoy dan betah bila berada di sekolah.

Proses pembelajarannya telah menjadikan peserta didik lebih manusiawi dan semakin menemukan diri mereka sendiri. Para guru mempunyai sense of belonging yang tinggi akan sekolah. Kualitas sekolah dirajut dan dipertahankan. Bukan tidak mungkin hal-hal itu secara tidak langsung memikat para pengembara idealis untuk memasukkan anak-anaknya pada sekolah yang bermutu.

Kepala Sekolah

Sekolah adalah lembaga yang bersifat kompleks dan unik. bersifat kompleks karena sekolah sebagai organisasi di dalamnya terdapat berbgai dimensi yang satu sama lain saling berkaitan dan saling menentukan. Sedang sifat unik, menunjukkan bahwa sekolah ebagai organisasi memiliki ciri-ciri tertentu yang tidak dimiliki oleh organisasi organisasi-organisasi lain. Ciri-ciri yang menempatkan sekolah memiliki karakter tersendiri, di mana terjadi proses pembelajaran, tempat terselenggaranya pembudayaan kehidupan umat manusia. Karena sifatnya yang kompleks dan unik tersebutlah, sekolah sebagai organisasi memerlukan tingkat koordinasi yang tinggi. keberhasilan sekolah adalah keberhasilan kepala sekolah.

Kepala sekolah yang berhasil apabila mereka memahami keberadaan skolah sebagai organisasi yang kompleks dan unik, serta mampu melaksanakan peranan kepala sekolah sebagai seseorang yang diberi tanggung jawab untuk memimpin sekolah.

Studi keberhasilan kepala sekolah menunjukkan bahwa kepala sekolah adalah seseorang yang menentukan titik pusat dan irama suatu sekolah. Bahkan lebih jauh studi tersebut menyimpulkan bahwa “kebrhasilan sekolah adalah kebrhasilan kepala sekolah.” Beberapa diantara kepala sekolah dilukiskan sebagai orang yang memiliki harapan tinggi bagi para staf dan para siswa, kepala sekolah mereka yang banyak mengetahui tugas-tugas mereka dan mereka yang menentukan irama bagi sekolah mereka.

Berdasarkan rumusan hasil studi menunjukkan betapa penting peranan kepala sekolah dalam menggerakkan kehidupan sekolah mencapai tujuan. ada dua hal yang perlu diperhatikan dalam rumusan tersebut.

kepala sekolah berperan sebagai kekuatan sentral yang menjadi kekuatan penggerak khidupan sekolah.kepala sekolah harus memahami tugas dan fungsi mereka demi keberhasilan sekolah, serta memiliki kepedulian kepada staf dan siswa.Keperti kita ketahui bahwa salah satu aspek kunci bagi keberhasilan MBS atau sistem swamanajemen di sekolah adalah peran kepemimpinan kepala sekolah. hal ini juga disadari para kepala sekolah. Sudah saatnya kepala sekolah sebagai pemegang kendali organisasi memahami arti dan perannya serta kewenanganya yang kian luas dan kesibukan luar biasa padat, dapat mengembang suatu istilah atau dalam akronim EMASLIM. Maksudnya, seorang kepala sekolah dituntut mampu melaksanakan sejumlah peran, yaitu sebagai Edukator, Manajer, Administrator, Supervisor, Leader, Inovator, dan Motivator sekaligus di lingkungan komunitas sekolah yang dipimpinnya. namun dalam praktik para kepala sekolah rupanya masih menghadapi sejumlah kendala.

Kendala pertama Berasal dari kalangan guru sendiri. menurut pengakuan seorang kepala SD negeri, tidak semua guru trkesan memahami perubahan sistem yang sedang terjadi. Salah satu faktor yang pantas diduga menjadi penyebabnya, selama ini sosialisasi ke sekolah-skolah tentang otonomi pendidikan umumnya dan MBS khususnya hanya dilakukan terhadp perwakilan-perwakilan guru dengan harapan informasi itu akan disebarluaskan kepada semua guru lain dan seluruh komunitas di sekolah. Kenyataannya, tidak semua guru segera mampu menyelesaikan diri dengan perubahan yang terjadi dan memberikan dukungan terhadap berbagai kebijakan baru yang diambil kepala sekolah, seperti penetapan baru atas besarnya sumbangan yang dikutip dari orangtua murid.

Kendala kedua justru datang dari birokrasi pemerintah. Pertama dan segi penugasan kendati fungsi dan kewenangannya sebagai penanggungjawab penyelenggaraan pendidikan disatuan tugasnya diperluas, namun posisi kepala sekolah tetap tidak diakui sebagai jabatan struktural. Artinya secara fungsional seorang kepala sekolah tetap bertugas pokok sebagai guru yang diberi tugas tambahan sebagai pemimpin. Dengan demikian secara sederhana kepala sekolah dapat didefenisikan sebagai: “Seorang tenaga fungsional guru yang diberi tugas untuk memimpin suatu sekolah dimana diselenggarakan proses belajar mengajar/atau tempat dimana terjadi interaksi antara guru yang memberi pelajaran dan murid yang menerima pelajaran.”

Akibatnya, khusus dilingkungan SMA negeri, kepala sekolah tetap harus melaksanakan tugas mengajar minimal enam jam pelajaran perminggu dan tidak mendapat tunjangan struktural. Penghilangan jabatan struktural kepalasekolah konon terjadi sejak pemberlakuan kurikulum 1994. Sebelum itu, khususnya di era kurikulum 1984, tugas kepala sekolah diakui sebagai jabatan struktural.

Kini masa jabatan kepala sekolah dibatasi dengan periode 4 tahunan dan bisa diangkat kembali untuk satu periode berikutnya. Namun kepastian tentang ketentuan ini pun konon dikaburkan. Wewenang mengangkat dan memberhentikan kepalasekolah ada ditangan bupati atau wali kota atas rekomendasi dari kepala dinas pendidikan.

Menurut pengalaman di suatu daerah jika kinerja seorang kepala sekolah dinilai baik sekali oleh atasan maka masa kerjanya bisa diperpanjang sampai tiga periode. Sebaliknya jika dinilai buruk, kepalasekolah dapat diberhentikan setiap saat. Itulah potretberdasarkan sampel terbatas tentang sejumlah aspek implementasi MBS di tanah Air yang kini sudah memasuki tahun ketiga.

Tidak ada komentar: